Lokalisasi Lokal Menolak Punah

Liputan Khusus Prostitusi Online di Bali

Lokalisasi Lokal Menolak Punah

Nuranda Indrajaya - detikBali
Rabu, 25 Jan 2023 13:06 WIB
Sebuah lorong yang digunakan untuk parkir sepeda motor di Lokalisasi Danau Tempe Denpasar.
Foto: Sebuah lorong yang digunakan untuk parkir sepeda motor di Lokalisasi Danau Tempe Denpasar. (Nuranda Indrajaya/detikBali)
Denpasar -

Tulisan pertama: Kisah Para Pelacur Online di Pulau Dewata

Tulisan kedua
: Kencan Singkat Berpindah Tempat

Tulisan ketiga: Penghubung Tamu dengan Pelacur

Tulisan keempat: Bertaruh Nyawa demi Komisi

Tulisan kelima: Lokalisasi Lokal Menolak Punah

Tulisan keenam: Redup Prostitusi di Pesiapan

Tulisan ketujuh: Beragam Cara Menangkal Prostitusi Online

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sejumlah pekerja seks komersial (PSK) berjajar di kawasan Jalan Danau Tempe, Sanur, Denpasar, Bali Rabu (11/1/2023). Mereka menunggu tetamunya di beragam tempat karaoke.

Salah satu PSK yang bekerja di tempat karaoke di Jalan Danau Tempe ialah Putri, bukan nama sebenarnya. Senyum perempuan berkulit sawo matang ini mengembang saat menyambut detikBali.

Perempuan berkaos abu-abu ketat dan mengenakan rok mini itu langsung mempersilakan masuk kamar yang terletak di belakang ruang karaoke. Kamar dengan kasur merah dan dilengkapi kipas angin itu menjadi tempat Putri berhubungan seksual dengan tamunya.

Kamar itu tidak berpintu dan hanya menggunakan tirai biru. Tisu tersedia di atas kasur dengan seprai yang banyak terdapat bercak.
Putri telah menjadi perempuan penghibur di kawasan Danau Tempe sejak setahun lalu. Sebelumnya, ia mangkal di lokalisasi lain yakni di Jalan Danau Poso, Denpasar.

Putri tiba di Bali empat tahun lalu. Seorang temannya mulanya mengajak ia bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran. "Ternyata saya dijual di sana," ungkap Putri kepada detikBali.

Putri memasang tarif sekali kencan sebesar Rp 150 ribu. Dari uang itu sebesar Rp 35 ribu dipotong untuk sewa kamar. Sehingga ia hanya menerima bersih Rp 115 ribu untuk sekali berhubungan intim.

Berbeda saat pelacur ini mangkal di Jalan Danau Poso. Saat itu, tarif sekali kencan singkat ialah Rp 200 ribu sampai Rp 250 ribu. Dari cuan itu kemudian dipotong sewa kamar Rp 50 ribu sampai Rp 70 ribu.

Putri ungkap penghasilan sebagai pelacur di halaman selanjutnya

Putri menuturkan penghasilannya sebagai pelacur kini tak tentu. Apalagi, adanya pandemi COVID-19 yang berdampak pada perekonomian.
Putri pernah mendapatkan uang Rp 500 ribu dalam waktu tiga jam sebelum COVID-19 merebak. Para pria hidung belang itu juga datang sendiri ke lokalisasi. Namun, kini berubah.

"Kalau sekarang, saya yang harus menghampiri," ungkap perempuan asal Surabaya ini.

Putri menyadari persaingan di dunia prostitusi kini makin sengit. Apalagi sejak adanya aplikasi perpesanan seperti MiChat maupun Telegram yang bisa menghubungkan antara pria hidung belang dengan para pelacur. Mereka cukup menyepakati tarif dan tempat berkencan sehingga tidak memerlukan lokalisasi lagi sebagai tempat pertemuan.

Perempuan berambut panjang ini juga pernah mencoba menjajakan seks melalui MiChat. Namun, hanya bertahan dua bulan.

Menurut Putri, mencari pria hidung belang melalui MiChat sangat riskan. Sebab, ia tak tahu siapa calon tamunya itu. "Kadang di foto sama pas ketemu langsung berbeda," keluhnya.

Bilik sederhana yang digunakan salah satu PSK di lokalisasi Danau Tempe untuk melayani tamu.Foto: Bilik sederhana yang digunakan salah satu PSK di lokalisasi Danau Tempe untuk melayani tamu. (Nuranda Indrajaya/detikBali)

Putri juga lebih suka mangkal di Jalan Danau Tempe dibandingkan open booking out (BO). Ia khawatir statusnya sebagai pelacur diketahui oleh keluarga.

"Keluarga cuma tahu kalau saya kerja di tempat karaoke," terang perempuan yang telah bersuami tersebut.

Jalan Danau Tempe sudah cukup dikenal sebagai lokalisasi di Denpasar. Berkali-kali petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merazia tempat itu. Namun, lokalisasi itu tetap eksis.

Kisah dari Lokalisasi Tambaksari di halaman berikutnya

Tak hanya di Danau Tempe, lokalisasi juga ada di Jalan Tambaksari, Sanur, Denpasar, Bali. Salah satu yang menjadi pelacur di sana ialah Sinta, bukan nama sebenarnya.

Sinta menjadi kembang latar karena terpaksa. Ia sempat melamar pekerjaan di berbagai tempat seperti binatu hingga penjaga warung. Namun, tak ada yang mau menerimanya lantaran ia membawa putrinya saat bekerja.

"Ya karena kepepet saja karena cari kerja di Bali itu mustahil yang mau terima pegawai bawa anak," tutur Sinta Rabu (11/1/2023). "Apalagi kan hidup harus terus jalan."

Menurut Sinta, penghasilannya sebagai PSK tak menentu. Kadang, dalam semalam ia pernah tidak dapat tamu sama sekali. Meski begitu, ia tak tertarik beralih ke prostitusi online.

Sinta tetap selektif memilih tamu meski jumlahnya terus menurun. Dia mewajibakan pria hidung belang yang ingin berhubungan intim dengannya menggunakan kondom karena khawatir tertular HIV-AIDS. "Kalau nggak mau pakai kondom ya sudah nggak masuk," tutur perempuan berusia 39 tahun ini.

Bilik sederhana yang digunakan salah satu PSK di lokalisasi Danau Tempe untuk melayani tamu.Foto: Bilik sederhana yang digunakan salah satu PSK di lokalisasi Danau Tempe untuk melayani tamu. (Nuranda Indrajaya/detikBali)

Sinta menceritakan anaknya tidak tahu kalau ibunya bekerja sebagai PSK. Buah hatinya yang berumur sembilan tahun itu hanya tahu ia bekerja sebagai tukang pijat. Adapun tarif sekali kencan singkat dengan Sinta ialah Rp 130 ribu.

Suatu hari, anaknya pernah bertanya ihwal pekerjaan Sinta karena ia sering bawa pria berbeda-beda masuk kamar. Perempuan asal Banyuwangi itu hanya menjawab dia hanya memijat lelaki tersebut. "Mama memijat nak, kalau ndak memijat dapet uang dari mana," lirih perempuan bertinggi 150 sentimeter itu.



Simak Video "5 Wanita Diduga PSK Online Digerebek Satpol PP Kota Parepare"
[Gambas:Video 20detik]

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali

Hide Ads