Terungkap, 2 Jalur Pendakian Gunung Batukaru Tanpa Pos Penjaga

Terungkap, 2 Jalur Pendakian Gunung Batukaru Tanpa Pos Penjaga

Chairul Amri Simabur - detikBali
Kamis, 08 Jun 2023 15:00 WIB
Rapat Dispar Tabanan dengan perwakilan pemerintah desa maupun prajuru desa adat yang wilayahnya ada di kaki Gunung Batukaru, Kamis (8/6/2023). (chairul amri simabur/detikBali)
Rapat Dispar Tabanan dengan perwakilan pemerintah desa maupun prajuru desa adat yang wilayahnya ada di kaki Gunung Batukaru, Kamis (8/6/2023). (chairul amri simabur/detikBali)
Tabanan -

Dinas Pariwisata (Dispar) Tabanan menggelar rapat dengan sejumlah perangkat desa maupun desa adat yang wilayahnya berada di kaki Gunung Batukaru, Kamis (8/6/2023). Dalam rapat tersebut, terungkap dua dari enam jalur pendakian menuju puncak Gunung Batukaru tidak memiliki pos penjagaan, yakni jalur Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, dan jalur Desa Sarinbuana, Kecamatan Selemadeg.

"Usulan tadi (dalam rapat) kalau bisa biar dibuatkan pos di masing-masing jalur agar ada pemeriksaan," ungkap Kepala Dispar Tabanan Anak Agung Ngurah Satria Tenaya seusai rapat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain jalur Desa Pujungan dan Desa Sarinbuana, empat jalur lainnya menuju puncak Gunung Batukaru meliputi Jatiluwih, Pura Luhur Batukaru, dan Pura Mucak Sari, dan Desa Sanda. Menurut Tenaya, prajuru Desa Adat Wangaya Gede meminta agar masing-masing jalur tersebut disediakan pos penjagaan.

Tenaya menuturkan keberadaan pos jaga bertujuan untuk memastikan standar pemeriksaan dan pengawasan aktivitas pendakian di Gunung Batukaru sama antara satu pos dengan pos lainnya. Selain itu, pos ini juga memudahkan koordinasi bila ada pendaki yang tersesat atau kecelakaan.

"Sementara sesuai arahan gubernur, hanya untuk (pendakian) yang mau sembahyang, bukan untuk wisata. Kan tidak mungkin melarang orang sembahyang," tegas Tenaya.

Ia mengaku sepakat dengan pola pengawasan yang telah diterapkan prajuru Desa Adat Wangaya Gede selama ini. Semisal pemeriksaan barang bawaan calon pendaki. Jika seorang pendaki membawa tujuh botol air mineral, maka saat pulang dipastikan membawa tujuh botol juga.

"Biar tidak mengotori gunung. Pulangnya juga dicek lagi untuk mengantisipasi pencurian kayu kesuwa (kayu dilindungi)," ujarnya.

Tenaya menyebut hasil rapat ini akan disampaikan ke bupati dan sekda Tabanan. Nantinya, usulan tersebut diteruskan ke Pemprov Bali. Terlebih, Dispar Bali sempat menanyakan jumlah pintu masuk pendakian Gunung Batukaru.

Bendesa Wangaya Gede I Ketut Sucipto mengaku lega sudah bisa menyampaikan keluh kesahnya terkait aktivitas pendakian di Gunung Batukaru. Terlebih, sudah sejak lama ia menginginkan untuk duduk bersama dengan pihak desa atau desa adat lainnya di kaki Gunung Batukaru.

"Harapan kami sebagai prajuru tentu mendukung program menjaga kesucian pura. Pelarangan (pendakian) kami menolak. Tetapi dengan membuat regulasi kalau memang gubernur Bali mau menjalankan bhisama (aturan)," ujar Sucipto.

Di sisi lain, Sucipto juga tidak mempersoalkan rencana Gubernur Bali Wayan Koster yang hendak merekrut enjaga hutan dan gunung sebagai tenaga kontrak. "Boleh dicek di Wangaya Gede, ada bangunan (pos kehutanan) tapi tidak ada yang menempati," sebutnya.

Namun, untuk tenaga kontrak bagi pemandu di Gunung Batukaru, menurutnya tidak perlu. Sebab, pemandu pendakian di Batukaru selama ini menjalankan tugas karena kewajibannya atau ngaturang ayah.

"Kalau pakai pecalang tidak bisa. Pecalang itu jelas-jelas ngayah," tegas Sucipto.

Ia juga lega karena asumsinya selama ini bahwa ada jalur yang tidak terawasi akhirnya terjawab. Khususnya dari jalur Pujungan yang tidak ada pos penjagaan.

"Dari dulu sudah menaruh kecurigaan kenapa ada pencurian kayu. Kenapa ada kebakaran. Yang kami tahu ada (pemandu) pribadi yang mengelola. Bukan dikelola adat," tukasnya.

Sucipto menyatakan sepakat dengan kebijakan gubernur Bali untuk menjaga kesucian pura yang diatur dalam bhisama. Namun, ia menegaskan menjaga kesucian pura itu bukan berarti melarang aktivitas pendakian. Terlebih jika pendakian itu bertujuan untuk sembahyang ke Pura Pucak Kedaton di ujung Gunung Batukaru.

"Kalau bhisama, pantai dan laut juga ada bhisama-nya. Yang diperlukan sekarang itu bukan melarang pendakian, tapi menjaga kesucian," pungkasnya.




(iws/gsp)

Hide Ads