Bupati Garut Rudy Gunawan angkat bicara mengenai pro-kontra Peraturan Bupati (Perbup) Anti-LGBT yang dikeluarkannya. Menurutnya aturan itu dibuat untuk melindungi masyarakat Garut dari kemaksiatan.
"Kita mengatur kehidupan yang bermartabat. Dari agama, sosial, budaya serta hukum. Khususnya berakhlakul karimah. LGBT itu perbuatan yang menyimpang. Tidak ada tempat di Garut," kata Rudy kepada detikJabar, Kamis (13/7/2023).
Rudy menyatakan, jika segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) dilarang di Kabupaten Garut. Tujuan dihadirkannya Perbup tentang itu, adalah untuk melindungi masyarakat Garut dari perilaku kemaksiatan, salah satunya LGBT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi tidak ada diskriminasi. Tidak ada tempat di Garut (untuk LGBT). Secara terang-terangan mendeklarasikan LGBT sebagai perbuatan menyimpang," ungkap Rudy.
Kendati demikian, Rudy melanjutkan, melalui Perbup Anti-LGBT itu, pihaknya hanya bisa melakukan pencegahan. Selain menerbitkan Perbup Anti-LGBT, ada tim khusus juga dari Pemda Garut yang disiapkan untuk memantau aktivitas LGBT di kota dodol.
"Kita ini hanya preventif. Kita melakukan pembinaan, agar masyarakat tidak terjerumus. Kalau pun nanti ada yang terjaring, akan kita bina. Ini tanggungjawab saya sebagai Bupati Garut untuk melindungi masyarakat dari kemaksiatan," pungkas Rudy.
Diberitakan sebelumnya, Bupati Rudy Gunawan menerbitkan Perbup Garut Nomor 47 tahun 2023, yang diluncurkan pada tanggal 3 Juli 2023 lalu. Perbup tersebut merupakan panduan peraturan pelaksanaan Perbup Kabupaten Garut Nomor 2 Tahun 2008, yang telah diubah menjadi Perbup Garut Nomor 13 Tahun 2015 tentang Anti Perbuatan Maksiat.
Dalam peraturan yang terdiri dari 8 bab dan 12 pasal itu, LGBT dinyatakan sebagai salah satu bentuk kegiatan maksiat.
Lesbian, gay dan biseksual tertuang dalam Pasal 1 Bab 1. Dimana, pada poin 8 dan 9, Perbup ini menyatakan gay, biseksual dan lesbian termasuk ke dalam tindakan yang diawasi.
Ketiga hal itu, juga disebut di dalam Pasal 4 pada Bab 2. Dimana pada poin c, homoseksual, biseksual pedofilia, dan orientasi seksual kepada hewan atau benda, dianggap sebagai hal yang termasuk ke dalam perbuatan maksiat.
Terbitnya Perbup Garut tentang Anti-LGBT ini, menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Ada pihak yang mengapresiasi, sekaligus mendukung langkah Pemkab Garut, ada juga yang tidak mengkehendakinya.
Salah satu dukungan datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jabar. Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar mengatakan, MUI Jabar sangat mengapresiasi adanya perbup tersebut.
"Saya kira tepat Pemkab Garut menerbitkan peraturan bupati (berkaitan LGBT). Mengingat mudaratnya LGBT ibu sangat besar," kata Rafani kepada detikJabar via telepon, Rabu (12/7/2023).
Rifani mengatakan, hal tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, LGBT dianggap pihaknya sangat melawan kudrat. Selain itu, LGBT juga menjadi sumber penyakit.
"Kalau dibiarkan mengancam eksistensi identitas manusia yang sudah diciptakan oleh Tuhan berpasang-pasangan dalam arti laki-laki dan perempuan," katanya.
Sementara Setara Institute memiliki pandangan yang berbeda. Menurut Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos, aturan ini harus dievaluasi oleh Kemendagri.
"Sebetulnya pemerintah pusat belum punya sikap. Enggak ada undang-undang. Nggak ada regulasi yang lebih tinggi soal ini. Jadi, harus ada evaluasi dari Kemendagri. Mau gimana kita dalam menyikapi LGBT," katanya.
Bonar mengaku khawatir jika peraturan ini cenderung akan mendiskriminasi hak warga negara. Ia mengatakan, LGBT merupakan preferensi seksual.
"Misalnya, karena dia LGBT. Tidak boleh berkumpul dengan kelompoknya misal. LGBT kan perilaku seksual, bukan berarti dia berkumpul dengan sesama LGBT kemudian tidak boleh. Itu aneh, karena itu hal berbeda (antara perilaku dan hak sebagai warga negara)," ucap Bonar.
(mso/mso)