Sebanyak 19.066 buruh di sektor garmen terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaannya. Berbagai alasan melandasi hal itu. Selain kondisi pasca COVID-19, resesi ekonomi global juga berdampak pada sektor dunia usaha tersebut.
Hal itu diungkap Sudarno Rais, Ketua DPK Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Sukabumi. Menurutnya, Apindo sudah melakukan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi terkait persoalan itu.
"Kami menyampaikan rekomendasi hasil rapat kerja Apindo Kabupaten Sukabumi menyikapi situasi posisi saat ini, poinnya kita prihatin dengan kondisi pasca COVID- 19 dan sekarang terjadi resesi ekonomi global yang berdampak terhadap sektor dunia usaha industri. Khususnya di Kabupaten Sukabumi," kata Sudarno, Rabu (9/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dijelaskan Sudarno, di Kabupaten Sukabumi yang paling terkena dampak adalah sektor padat karya. Kondisi pasca COVID-19 dan resesi ekonomi global berdampak kepada penurunan order antara 20 hingga 50 persen. Ada sekitar 28 perusahaan yang terdampak langsung.
"Paling dirasakan oleh sektor industri garmen, produk tekstil yang paling terdampak. (Berkurangnya order) membuat perusahaan itu melakukan efesiensi dengan pengurangan karyawan. Yang tercatat oleh Apindo ada 19.066 orang sudah terkena dampak PHK atau pengurangan karyawan. Itu per Juli-Oktober di 28 perusahaan, mayoritas sektor industri garmen ada juga (sektor) elektronik," ungkap Sudarno.
"Poin yang kami sampaikan kepada Pemkab Sukabumi pertama menyampaikan keprihatinan itu, banyak perusahaan yang terdampak Covid, resesi ekonomi global. Kita meminta adanya kebijakan strategis dari pemerintah daerah khususnya, yang bisa memberikan perlindungan keberlangsungan terhadap sektor industri yang ada di Kabupaten Sukabumi khususnya industri padat karya," ujarnya.
Baca juga: Data BPS: 2,13 Juta Warga Jabar Menganggur |
Apindo meminta hubungan tripartit yang harmonis untuk menjaga kondusifitas di wilayah Kabupaten Sukabumi. Dengan begitu industri yang masih ada saat ini bisa melaksanakan aktivitasnya dengan aman dan nyaman.
"Terakhir kami meminta kepada pemerintah khususnya Kabupaten Sukabumi dalam mengambil kebijakan atau rekomendasi pengupahan itu untuk pedomannya kepada UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja dan PP 36 tahun 2021 tentang pengupahan. Kita minta dalam proses pengupahan tahun 2023 berpedoman dengan UU yang berlaku," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, Mochammad Popon menilai pernyataan gelombang PHK yang dikeluarkan oleh pihak Apindo terlalu dibesar-besarkan.
"Isu gelombang PHK yang diangkat oleh APINDO Kabupaten Sukabumi saat audiensi tersebut terlalu didramatisir dan dibesar-besarkan, karena faktanya tidak seseram yang digulirkan oleh pengusaha. Terbukti perusahaan yang di dalamnya ada PUK SP TSK SPSI masih berjalan normal, walaupun ada beberapa yang melakukan sedikit pengurangan tapi masih bersifat wajar dan masih sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," beber Popon.
Popon tidak membantah, soal adanya gelombang PHK yang terjadi saat ini. Namun, hal itu justru terjadi di perusahaan yang mayoritas mempekerjakan karyawan atau buruh dengan status kontrak.
"Dan sebagian dari itu malah tidak menaikkan upah untuk pekerja tahun 2022 ini dengan masa kerja di atas satu tahun sebagaimana diatur oleh Keputusan Gubernur Jawa Barat yang besarannya 3,27 - 5 persen dan mayoritas dari perusahaan tersebut tidak melaksanakan keputusan tersebut dan artinya upah pekerja di mayoritas perusahaan tersebut tidak mengalami kenaikan," ujarnya.
"Belum lagi banyak perusahaan yang tidak benar menjalankan ketentuan upah lemburnya terhadap karyawan, artinya melakukan kerja paksa dan juga banyak perusahaan yang memberhentikan alias melakukan PHK karena alasan habis kontrak tapi uang kompensasi terhadap karyawan tersebut tidak diberikan," sambungnya menegaskan.
Popon menilai perusahaan yang banyak diisukan melakukan PHK oleh Apindo kebanyakan berasal dari perusahaan yang tingkat kepatuhannya rendah. "Sehingga sangat wajar ordernya dikurangi oleh buyer atau brand karena perusahaan tidak melaksanakan kepatuhan dengan baik, khususnya dalam pemenuhan hak - hak normatif dengan baik. Dan perusahaan seperti itu pasti akan ditinggalkan atau dicabut ordernya oleh buyer," ungkapnya.
Ada beberapa poin lain yang dibahas Popon dalam keterangan pers, diantaranya soal penyampaian isu gelombang PHK itu yang disampaikan oleh Apindo saat beraudiensi dengan Wakil Bupati Sukabumi tersebut ujungnya memberi rekomendasi untuk menjaga kondusifitas dan pemerintah tidak menaikan UMK.
"Padahal faktanya saat ini Kabupaten Sukabumi sebagai daerah industri baru merupakan daerah yang sangat kondusif dalam hubungan industrialnya dan itu merupakan bagian salah satunya dari upaya serikat pekerja dan serikat buruh yang ada di Kabupaten Sukabumi tanpa bantuan atau kerjasama dengan Apindo Kabupaten Sukabumi," tegas Popon.
(sya/mso)