Instruktur Taekwondo Predator Seks 9 Murid di Solo Divonis 14 Tahun Bui!

Instruktur Taekwondo Predator Seks 9 Murid di Solo Divonis 14 Tahun Bui!

Agil Trisetiawan Putra - detikJateng
Rabu, 13 Sep 2023 14:25 WIB
Instruktur atau guru Taekwondo terdakwa kasus pencabulan anak, Donny Susanto, divonis 14 tahun penjara, Rabu (13/9/2023).
Instruktur atau guru Taekwondo terdakwa kasus pencabulan anak, Donny Susanto, divonis 14 tahun penjara, Rabu (13/9/2023). (Foto: Agil Trisetiawan Putra/detikJateng)
Solo -

Instruktur atau guru Taekwondo terdakwa kasus pencabulan anak, Donny Susanto, divonis 14 tahun penjara. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Solo memutus terdakwa bersalah melakukan tindak pencabulan terhadap 9 muridnya yang masih di bawah umur.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Donny Susanto alias Sabeum bin Hartono dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta," kata Hakim Ketua Agus Darwanta, saat membacakan vonis di PN Solo, Rabu (13/9/2023).

Usai majelis hakim membacakan vonis itu, terdakwa diberikan waktu untuk berkonsultasi dengan kuasa hukumnya apakah menerima atau pikir-pikir. Setelah berunding dengan kuasa hukumnya, pelaku menyampaikan keputusan terhadap vonis tersebut.

"Pikir-pikir," kata Donny.

Hal serupa juga diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Ambar Prasongko. Setelah mendapatkan jawaban dari pihak terdakwa dan jaksa, majelis hakim menutup sidang tersebut.

Saat terdakwa hendak meninggalkan ruang sidang, keluarga korban yang mengikuti persidangan tersebut langsung meneriaki terdakwa. Mereka kecewa keputusan terdakwa yang masih pikir-pikir atas vonis tersebut.

"Setan, iblis, perusak," teriak orang tua korban saat terdakwa berjalan meninggalkan ruang sidang.

Vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa ini, masa hukumannya sama dengan tuntutan yang diajukan JPU. Hanya saja, denda dalam vonis ini lebih besar.

Sebelumnya jaksa menunut terdakwa dihukum 14 tahun penjara dan denda 10 juta, atas perbuatan terdakwa yang melanggar Pasal 82 ayat 2 tentang perlindungan anak. Semua pertimbangan dari JPU diambil semua oleh Majelis Hakim.

"Dari sikap kami sebenarnya terima. Tapi kita menunggu sikap terdakwa, karena terdakwa pikir-pikir kita akan menunggu sikapnya selama 7 hari. Apakah terdakwa banding atau terima. Kalau banding, kita akan lakukan upaya banding, kalau terima kitapun akan terima," kata Ambar.

Dia menuturkan, korban yang melapor ada sembilan orang. Namun pelaporan oleh satu korban, sementara korban lain menjadi hal yang memberatkan bagi terdakwa.

"Korban sembilan. Karena ini yang melaporkan A, akhirnya yang dijadikan korban tetap A. Tapi yang menjadi memberatkan adanya korban yang lain," ucapnya.

Sementara hal yang meringankan, karena terdakwa mengakui perbuatannya, dan berlaku sopan. Sehingga mempermudah dalam pemeriksaan melakulan pencabulan terhadap korban berinisial A.

Dalam vonis ini, JPU memilih denda Rp 10 juta agar terdakwa memiliki kemampuan membayarkan denda tersebut untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dia khawatir denda yang terlalu tinggi tidak sanggup dibayarkan terdakwa.

"Dinaikkan oleh Majelis Hakim Rp 100 juta itu sah-sah saja. Tapi saya yakin pasti terdakwa tidak bisa membayar," pungkasnya.




(aku/ahr)


Hide Ads