9 Fakta Siswi TK Diperkosa 3 Bocah SD di Mojokerto

9 Fakta Siswi TK Diperkosa 3 Bocah SD di Mojokerto

Denza Perdana - detikJatim
Sabtu, 21 Jan 2023 14:32 WIB
Ilustrasi Pemerkosaan Anak
Ilustrasi. (Foto: Zaki Alfarabi / detikcom)
Mojokerto -

Seorang siswi TK di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto diduga diperkosa 3 bocah laki-laki SD yang baru berusia 7 tahun. Anak perempuan berusia 6 tahun itu mengalami trauma karena sudah beberapa kali mengalami kejadian serupa.

Kasus itu masih dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian setempat. Sementara itu, sebelum langkah hukum itu berlanjut sebelumnya para orang tua korban maupun terduga pelaku sudah saling bertemu untuk melakukan mediasi.

Berikut ini sejumlah fakta tentang kasus yang bikin ngelus dada ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Diperkosa di rumah kosong

Pengacara Korban, Krisdiyansari mengatakan dugaan perkosaan itu terjadi pada Sabtu (7/1/2023) antara pukul 11.00 sampai 13.00 WIB. Menurut Krisdiyansari, korban diduga diperkosa 3 anak laki-laki di sebuah rumah kosong.

ADVERTISEMENT

Ironisnya, ketiga terduga pelaku baru berusia 8 tahun. Mereka adalah tetangga korban di salah satu desa di wilayah Kecamatan Dlanggu.

"Pelaku pertama memperkosa korban. Kemudian dia menyuruh temannya melakukan hal yang sama. Jika tidak, mereka diancam mau dipukul dan tidak dijadikan teman. Pengakuan korban, dua pelaku memperkosa, satunya mencabuli," kata Krisdiyansari kepada detikJatim, Rabu (18/1/2023).

2. Orang tua korban akhirnya tahu

Krisdiyansari menjelaskan saat peristiwa itu terjadi ada 2 teman korban yang berada di depan rumah kosong itu. Salah seorang teman korban menyaksikan peristiwa tersebut.

Untung saja teman korban menceritakan apa yang dialami korban kepada pengasuhnya. Barulah si pengasuh itu bercerita ke nenek dan ibu korban keesokan harinya pada Minggu (8/1/2023).

Sontak saja ibu korban yang geram melabrak para orang tua terduga pelaku yang rumahnya tidak jauh dari rumah korban. Korban dan pelaku ini tinggal di dusun yang sama.

3. Ortu korban melapor ke polisi

Ibu korban mengadukan apa yang dialami putrinya ke P2TP2A Kabupaten Mojokerto pada Selasa (10/1/2023) pagi. Sehingga terhadap korban dilakukan pemeriksaan oleh psikolog.

Setelah itu orang tua korban melapor ke Polres Mojokerto pada sore hari di tanggal yang sama. Ketiga anak laki-laki yang diduga memerkosa korban menjadi terlapor dalam kasus ini. Korban lantas menjalani visum.

Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Gondam Prienggondhani membenarkan itu. Pihaknya telah menerima laporan dari orang tua korban. Kasus itu masih diselidiki Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). "Iya benar, masih dalam proses penyelidikan," ujarnya.

4. Hasil visum menunjukkan luka di kelamin korban

Pelaporan oleh ibu korban tentang dugaan pemerkosaan terhadap putrinya itu berujung pada pemeriksaan visum terhadap korban yang dilakukan atas rekomendasi Polres Mojokerto.

Proses visum terhadap korban itu dilakukan di RSUD Prof dr Soekandar, Mojosari. Hasilnya, menurut Pengacara Ortu Korban Krisdiyansari, visum itu menunjukkan memang ada luka akibat benda yang dipaksa masuk ke alat kelamin korban.

"Hasil visum memang mengatakan ada luka akibat memaksakan benda masuk ke dalam alat kelamin korban," klaim Krisdiyansari.

Sudah 5 kali diperkosa. Baca di halaman selanjutnya.

5. Sudah 5 kali diperkosa

Pada saat psikolog melakukan pemeriksaan terhadap korban, siswi TK itu akhirnya mengakui sudah beberapa kali ia mengalami itu.

siswi TK besar itu pada akhirnya mengaku sudah 5 kali diperkosa salah satu terduga pelaku. Sedangkan 2 terduga pelaku lainnya hanya melakukan di tanggal 7 Januari 2023.

"Yang 4 kali sepanjang 2022 di rumah salah seorang pelaku persis di sebelah rumah korban. Ketika kedua orang tua pelaku bekerja jualan sayur sehingga tidak ada orang di rumah," jelasnya.

6. Kasus dugaan pemerkosaan sempat dimediasi

Kasus yang melibatkan anak-anak ini sudah 2 kali dimediasi oleh pemerintah desa setempat tanggal 9 dan 16 Januari lalu. Namun, mediasi yang mempertemukan ortu korban dan ortu terduga pelaku ditengahi kepala dusun itu tidak mencapai titik temu.

Karena itulah proses hukum terhadap kasus yang telah dilaporkan oleh orang tua korban itu terus berjalan dan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan korban dilakukan oleh pihak kepolisian.

Dalam proses mediasi yang telah dilakukan Krisdiyansari mengakui bahwa orang tua korban memang memberikan 2 pilihan untuk mencapai kata damai. Salah satunya dengan meminta sejumlah uang.

7. Opsi damai dari ortu korban

Penasihat hukum korban Krisdiyansari menjelaskan bahwa orang tua korban sebenarnya mengajukan 2 opsi dalam mediasi yang difasilitasi pemerintah desa setempat bersama ortu bocah para terduga pelaku.

Opsi pertama yakni ortu korban meminta ortu terduga pelaku utama pindah rumah dan pindah sekolah agar korban tak lagi bertemu pelaku dan trauma korban mereda. Ini karena rumah korban dan terduga pelaku utama di Kecamatan Dlanggu memang bersebelahan.

Bila hal itu tidak bisa dipenuhi, ada opsi kedua. Krisdiyansari menyebutkan bahwa ortu korban meminta uang Rp 200 juta dari pihak para pelaku. Krisdiyansari menjelaskan uang itu benar-benar akan dipakai untuk memulihkan trauma korban yang masih sangat belia. Termasuk memindahkan sekolah dan pindah rumah keluarga korban.

8. Korban masih trauma

Menurut Krisdiyansari saat ini korban masih enggan sekolah karena malu. Anak perempuan berusia 6 tahun itu sangat membutuhkan trauma healing.

"Sekarang korban tidak sekolah lagi karena teman-temannya sudah pada tahu. Psikolog cuma pemeriksaan, kalau sampai terapi belum ada," cetusnya.

Hingga akhirnya Sekretariat P2TP2A melakukan asesmen terhadap korban di Jalan RA Basuni, Sooko pada Jumat (20/1/2023). "Korban didampingi ibunya saja. Asesmen oleh psikolog klinis P2TP2A. Korban diajak mengobrol, menggambar," kata Krisdiyansari.

9. Dipantau Kementerian PPPA

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar menyatakan bahwa pihaknya masih melakukan pemantauan dan penyelidikan tentang latar belakang kasus itu.

"Kami masih terus memantau dengan dinas pengampu isu perempuan dan anak di daerah sekaligus mencari tahu latar belakang kejadian tersebut," ujar Nahar dilansir dari detikNews, Sabtu (21/1/2023).

Dia menghargai pihak yang melaporkan keluhan korban dan gerak cepat orang tua korban melaporkan kasus itu ke Polres dan P2TP2AMojokerto. Ia ingatkan juga tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, mengingat pelaku masih berusia di bawah 12 tahun.

(dpe/iwd)


Hide Ads