Kematian Bripka AS, oknum Satlantas Polres Samosir yang terlibat penggelapan pajak kendaraan senilai Rp 2,5 miliar menimbulkan pertanyaan bagi keluarga. Keluarga merasa ada kejanggalan pada kematian Bripka AS yang bunuh diri dengan racun sianida.
Karena kejanggalan-kejanggalan yang dirasa pihak keluarga, akhirnya keluarga pun melapor ke Polda Sumut pada Jumat (17/3) lalu. Menurut keluarga kejanggalan yang terjadi dalam kasus tersebut di antaranya jasad Bripka AS yang ditemukan polisi saat melakukan penyelidikan kasus Narkoba
Kuasa Hukum Istri Bripka AS, Fridolin Siahaan mengatakan sebelum ditemukan tewas, Bripka AS pergi dari rumahnya sejak Jumat (3/2). Ia diduga nekat bunuh diri di hari itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun kejanggalan pertama menurut pihak keluarga, lokasi AS bunuh diri merupakan tempat ramai orang lalu lalang, tapi tak ada satu pun warga yang melihat jasad AS di lokasi hingga akhirnya ditemukan polisi yang malah tengah menyelidiki kasus narkoba.
"TKP itu kan ruang terbuka, selama 2-4 hari tidak ada menemukan atau melihat sepeda motor maupun jenazah Bripka AS. Sabtu Minggu itu tempat orang foto-foto, tempatnya penatapan gitu," ujarnya saat dikonfirmasi detikSumut, Minggu (19/3).
Menurut informasi yang diterimanya, jasad Bripka AS itu ditemukan personel Satnarkoba Polres Samosir.
Selain itu, kematian Bripka AS juga dirasa janggal, pasalnya ia telah membayar setengah dari kerugian yang disebabkannya. Menurut keluarga, AS telah berupaya untuk membayarkan uang kerugian dari penggelapan pajak itu sekitar Rp 750 juta. Bahkan sampai menjual aset-asetnya.
Menjadi pertanyaan setelah membayar sebagian, AS justru bunuh diri. Total uang yang dibayar lebih dari setengah kerugian yang disebabkan kelakuannya, yakni sebesar Rp 1,3 miliar, sedangkan sisanya dibebankan kepada pelaku lainnya.
"Dari hasil yang dia gelapkan itu sudah dikembalikan sekitar Rp 750 juta. Dia sampai jual rumah dan minjam ke bank. Terus kenapa dia (AS) ada upaya untuk bayar, tapi terus dia bunuh diri? Kan aneh," ujarnya.
Selain itu, sianida yang digunakan Bripka AS untuk bunuh diri juga dipesan di toko online, namun menurut pihak keluarga, anehnya pemesanan sianida itu dilakukan saat HP Bripka AS disita Kapolres.
"Bripka AS memesan sianida melalui aplikasi online pada tanggal 23 Januari 2023. Sementara pada tanggal 23 Januari Hp Bripka AS telah disita oleh Kapolres. Jadi, pertanyaannya siapa yang memesan sianida itu, karena tanggal 23 Hp sudah disita," kata Fridolin, Selasa (21/3).
Bahkan, lanjutnya, sianida itu tiba pada Senin (30/1) sekitar pukul 21.49 WIB di UPT Samsat Pangururan dengan sistem pembayaran COD atau bayar di tempat. Dari keterangan polisi, Bripka AS menerima langsung paket tersebut. Namun pihak keluarga mencurigai.
"Sejauh ini keterangan polisi yang terima (paket sianida) almarhum langsung, tapi belum bisa dibuktikan juga," ujarnya.
Saat itu, katanya, Bripka AS tidak sedang bertugas apalagi paket itu tiba malam hari.
Hal lain yang menjadi kejanggalan menurut keterangan istri Bripka AS, suaminya sempat menyampaikan rencananya untuk membongkar pihak-pihak yang terlibat penggelapan pajak itu. Hal itu disampaikan Bripka AS kepada istrinya, usai dirinya dipanggil.
"Almarhum pernah bercerita kepada istrinya mau membongkar seluruh kasus pajak itu supaya terang benderang, dia (AS) tidak mau kena sendiri," kata Fridolin.
Bahkan ia mengaku siap dipidana dan dipecat dari kepolisian karena kasus itu. Setelah melapor ke pihak kepolisian, keluarga berharap kasus tersebut dapat diungkap.
(nkm/nkm)